Banjarnegara, infosatu.co – Polres Banjarnegara menangkap pasangan sejenis yang menjual konten pornografi melalui twitter. Salah satu pelaku masih berstatus pelajar SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara.
Kapolres Banjarnegara AKBP Hendri Yulianto menjelaskan, kasus tersebut terungkap setelah pihaknya melakukan patroli siber di dunia maya dan menemukan konten porno yang belakangan viral di Banjarnegara.
“Unggahan itu dibagi menjadi beberapa bagian dan disebarkan melalui media sosial twitter,” kata Kapolres dalam keterangan persnya, Senin (14/2/2022).
Petugas Polres Banjarnegara melakukan penyelidikan dan mendapati salah satu pelaku menggunakan seragam sekolah salah satu SMK di Kabupaten Banjarnegara. Namun saat diselidiki lebih jauh ternyata pelaku berinisial V diketahui merupakan siswa di sebuah SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara.
Kapolres mengatakan, pelaku mengakui bahwa yang ada di dalam video tersebut adalah dirinya. Sedangkan yang merekam adalah lawan mainnya seorang laki-laki bernama J, warga Kabupaten Banjarnegara.
Kepada petugas, tersangka mengaku menjual video sejak bulan Januari 2022. Tapi aktivitas membuat video dilakukan sejak November 2021.
“Tersangka tidak mengetahui omzet penjualan videonya, namun harga per anggota Rp 150.000, dan salah satu hasil dari penjualan video itu bisa dipergunakan untuk membeli satu unit sepeda motor Honda Vario seharga 10 juta,” jelas AKBP Hendri.
Polda Jateng mengapresiasi keberhasilan Polres Banjarnegara dalam mengungkap kasus tersebut. Kabidhumas Polda Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudusy mengatakan, kejahatan porongrafi menjadi perhatian serius Polri karena merusak generasi muda.
“Kejahatan pornografi merupakan tindak pidana yang diancam oleh undang-undang,” tegas Kombes Iqbal.
Kabidhumas menambahkan, atas perbuatannya tersebut kedua tersangka akan dijerat dengan Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) dan atau Pasal 34 Jo Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan pidana penjara paling lama 10 tahun, dan atau pidana denda paling banyak Rp 5 miliar.
“Para tersangka juga dijerat pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar,” paparnya. (Editor: Dani)