Samarinda, infosatu.co – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) mulai mengubah pendekatan pengembangan pariwisata dengan memberi pendampingan intensif pada destinasi unggulan.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Samarinda, Diana Pida.
Ia mengatakan langkah tersebut menjadi strategi baru Disporapar Samarinda dalam memperkuat ekosistem wisata, sekaligus mendorong lahirnya kawasan-kawasan wisata yang berdaya saing dan berkontribusi pada ekonomi lokal.
Selain itu, pola pembangunan destinasi kini tidak lagi sebatas meningkatkan infrastruktur, melainkan memastikan setiap kawasan memiliki konsep, manajemen, dan narasi wisata yang matang.
“Pendampingan khusus sudah berjalan, dan ini sudah kami diskusikan bersama Pak Wali Kota untuk memperkuat pengelolaan destinasi,” katanya belum lama ini.
Beberapa lokasi prioritas yang mendapat pendampingan antara lain Desa Budaya Pampang, Bukit Steling, Kampung Tenun, dan Kampung Ketupat.
Disporapar juga menggandeng tim ahli pariwisata untuk memetakan potensi serta kebutuhan tiap kawasan, baik destinasi yang dikelola pemerintah maupun swasta seperti Rumah Ulin Arya.
Diana mengungkapkan bahwa program pendampingan menyasar aspek yang lebih luas, mulai dari pemasaran, peningkatan keterampilan sumber daya manusia, desain paket wisata, storytelling, hingga penyusunan jaringan kemitraan.
“Kami melihat perubahan signifikan setelah pendampingan. Harapannya berlanjut pada 2026,” jelasnya.
Penguatan infrastruktur dan sarana prasarana juga dilakukan untuk menyempurnakan pengalaman wisatawan.
Salah satu fokus utama adalah kawasan Teras Samarinda yang didorong menjadi koridor wisata baru di segmen pertama pengembangan.
Demi menciptakan alur kunjungan yang lebih menarik, Disporapar menyiapkan konsep konektivitas lintas-kawasan.
Jalur wisata dikembangkan dari Pasar Pagi menuju Masjid Raya, kemudian diteruskan ke kawasan Citra Niaga sebagai pusat kuliner dan cenderamata.
Selanjutnya, pembahasan mengenai Kampung Nasi Kuning tengah berlangsung sebagai rencana destinasi tematik baru.
Selain itu, pembangunan little chinatown masih diproses sebagai bagian dari pengembangan tahap lanjutan.
Meski berbagai program sudah berjalan, Diana mengakui tantangan terbesar terletak pada kapasitas SDM di tingkat destinasi.
Setiap wilayah memiliki karakter dan orientasi ekonomi yang berbeda-beda, sehingga pemahaman tentang pengelolaan wisata sering kali tidak merata.
“Orientasinya masih ke pendanaan jangka pendek. Ini yang pelan-pelan kami luruskan. Kadang cukup dengan obrolan santai sambil berjalan, itu sudah menjadi ruang edukasi,” katanya.
Pendampingan juga diperluas ke sektor ekonomi kreatif. Berbagai workshop dilakukan, seperti pelatihan mewarnai batik di Kampung Tenun dan Kampung Ketupat.
Juga Desa Budaya Pampang bahkan telah memiliki batik yang sudah dihakikan, menjadi nilai tambah dalam mengembangkan produk khas lokal.
