Samarinda, infosatu.co – Lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur (Kaltim) sepanjang 2025 membuat isu pengasuhan keluarga kembali menjadi sorotan serius.
Dalam upaya merespons situasi tersebut, Pemerintah Provinsi Kaltim menggelar Seminar Parenting bertema “Sinergi Ayah dan Ibu: Membangun Pola Asuh Setara dan Komunikasi Efektif di Keluarga” di Ruang Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur, Kamis, 27 November 2025.
Acara yang melibatkan perwakilan organisasi perempuan dari seluruh kabupaten/kota ini membahas bagaimana pola asuh, komunikasi, dan ketahanan keluarga memainkan peran penting dalam mencegah kekerasan domestik yang terus meningkat setiap bulan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita, dalam paparannya menekankan bahwa keluarga adalah unit terkecil yang membentuk karakter masyarakat.
“Baik ayah, ibu, maupun anak, semuanya adalah bagian penting yang menopang kekuatan keluarga. Keharmonisan itu harus dibangun sejak awal melalui nilai pendidikan, akhlak, dan norma,” katanya.
“Di sana letak pondasi untuk keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah,” ujarnya.
Soraya, sapaan akrabnya menegaskan bahwa kualitas keluarga sangat berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia. Ketahanan fisik, mental, ekonomi, hingga spiritual menjadi dasar bagi terbentuknya generasi yang sehat dan produktif.
“Ketahanan keluarga adalah indikator penting bagi pembangunan manusia. Kalau keluarga tidak kuat, pembangunan pasti terganggu,” katanya.
Kasus Kekerasan Terus Tumbuh, 3-4 Laporan Baru Setiap Hari
Melalui data terbaru DP3A Kaltim, Soraya menyampaikan bahwa tren kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 2025 terus menunjukkan peningkatan signifikan. Per Oktober tercatat terjadi 1.110 kasus dan 1.188 korban.
Dalam seminar ini, ditekankan pentingnya co-parenting atau pengasuhan bersama antara ayah dan ibu. Perubahan sosial, tuntutan kerja, hingga pergeseran pola pendidikan membuat peran ayah semakin krusial dalam membentuk ketahanan emosional anak.
Soraya menjelaskan bahwa komunikasi keluarga yang tidak setara, dominasi salah satu pihak, dan minimnya keterlibatan ayah sering memicu konflik berulang di rumah.
“Anak-anak butuh kehangatan dari dua orang tua sekaligus. Pola asuh setara bukan hanya konsep modern, tapi kebutuhan agar anak tumbuh tanpa kekerasan,” katanya.
Noryani menegaskan bahwa pembangunan keluarga telah menjadi isu nasional yang diatur dalam UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Di Kaltim sendiri, sudah diatur juga dalam Peraturan Daerah (Perda) Kaltim Nomor 2 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga
Regulasi tersebut menempatkan keluarga sebagai pusat pembangunan, dengan lima dimensi ketahanan.
Legalitas perkawinan dan pemenuhan kebutuhan keluarga; Ketahanan fisik; Ketahanan ekonomi; Ketahanan sosial-psikologis; Ketahanan sosial-budaya.
“Kalau lima aspek ini terpenuhi, konflik bisa ditekan, komunikasi lebih sehat, dan anak-anak tumbuh dengan baik,” ujarnya.
Soraya mengajak, agar seluruh peserta membawa gagasan dan ilmu parenting ini ke wilayah masing-masing dan mengimplementasikannya dalam keluarga.
“Pembangunan itu dimulai dari rumah. Jika keluarga kuat, maka masyarakat kuat, dan negara juga kuat,” ujarnya. (Adv Diskominfo Kaltim)
Editor: Nur Alim
