
Samarinda, infosatu.co – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Pendidikan di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menegaskan posisi penting antara regulasi daerah dan kewenangan pusat.
Di tengah proses penyusunan Perda tersebut, Panitia Khusus (Pansus) memastikan bahwa program unggulan Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim yakni Gratispol Pendidikan akan tetap dijalankan namun tidak menjadi bagian dari raperda ini tersebut.
Hal itu disampaikan langsung Ketua Pansus, Sarkowy V Zachry. Ia menjelaskan keputusan itu bukan bentuk pengabaian terhadap program strategis gubernur, melainkan hasil dari konsultasi resmi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dari hasil pembahasan, terungkap bahwa pendidikan tinggi bukan ranah kewenangan pemerintah provinsi, sehingga tak dapat dimasukkan ke dalam perda yang mengatur penyelenggaraan pendidikan daerah.
“Gratispol akan tetap dilaksanakan tapi jalur hukumnya menggunakan Peraturan Gubernur (Pergub). Itu sah dan sudah difasilitasi Kemendagri,” kata Sarkowy usai Rapat Paripurna ke-40 DPRD Kaltim pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Sarkowy menegaskan, pergub yang menjadi dasar program tersebut tetap memiliki kekuatan hukum untuk menjamin keberlanjutan bantuan pendidikan bagi mahasiswa Kaltim.
DPRD terbuka jika ke depan Pergub itu perlu ditingkatkan menjadi Perda khusus tentang Bantuan Pendidikan Tinggi, agar pelaksanaan program serupa dapat diatur lebih rinci tanpa menyalahi batas kewenangan.
“Kalau memang ingin dinaikkan menjadi perda, bisa saja dibuat perda tersendiri. Tapi tidak digabung dengan Perda Penyelenggaraan Pendidikan,” jelasnya.
Di sisi lain, pembahasan Raperda Penyelenggaraan Pendidikan tetap berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah yang memang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi.
Raperda ini diharapkan menjadi pijakan kuat dalam mencetak generasi muda yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga berkarakter dan berakhlak.
“Muatan lokal untuk pembentukan karakter dan etika pelajar menjadi perhatian penting dalam raperda ini,” ujar Sarkowy.
Menurutnya, pendidikan di Kaltim tidak boleh hanya mengejar kecerdasan intelektual, melainkan juga harus menumbuhkan kesadaran moral dan tanggung jawab sosial.
Selain menata sistem pendidikan formal, raperda tersebut juga mengatur peran perusahaan melalui program tanggung jawab sosial (CSR) agar turut berkontribusi terhadap dunia pendidikan di sekitar wilayah operasinya.
DPRD menilai, dunia usaha perlu ikut memastikan akses dan fasilitas pendidikan yang layak bagi masyarakat setempat.
“Kami ingin perusahaan di Kaltim juga punya tanggung jawab sosial yang jelas. Jangan sampai CSR mereka justru keluar daerah, padahal banyak sekolah di sekitar mereka yang butuh dukungan,” tegas Sarkowy.
Tak hanya itu, perhatian juga diberikan kepada daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) serta kesejahteraan tenaga pendidik.
DPRD menilai, pemerataan kualitas pendidikan hanya dapat terwujud jika kesejahteraan guru dan fasilitas pendidikan di seluruh wilayah Kaltim diperhatikan secara setara.
“Raperda ini kami susun dengan semangat keadilan. Bukan hanya bagi siswa, tapi juga bagi para tenaga pendidik dan sekolah yang berada jauh dari pusat kota,” tandasnya.
Dengan demikian, meski program Gratispol tidak masuk dalam Raperda, DPRD Kaltim memastikan bahwa semangat pemerataan pendidikan tetap menjadi prioritas utama baik melalui penguatan regulasi daerah maupun pelaksanaan program strategis pemerintah provinsi.