Samarinda, infosatu.co – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) terus memperkuat komitmennya dalam pelestarian kebudayaan daerah. Tahun 2025 menjadi momentum penting yang menandai lahirnya era baru pelestarian budaya di Kota Tepian.

Demikian Kepala Bidang (Kabid) Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Samarinda Barlin Hady Kesuma.
Barlin mengatakan, program pelestarian dan perlindungan Warisan Budaya Takbenda (WBTB) kini menjadi bagian penting dari misi pertama pemerintah kota.
Yakni mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul, berbudaya, dan berdaya saing.
“Kebudayaan sekarang bukan lagi pelengkap. Ia menjadi fondasi utama dalam membentuk karakter dan kualitas SDM Samarinda. Melalui pengakuan terhadap warisan budaya, kita sedang menanamkan rasa bangga, memperkuat jati diri, sekaligus meningkatkan daya saing masyarakat,” ungkap Barlin pada Senin, 13 Oktober 2025.
Setelah keberhasilan Sarung Samarinda ditetapkan sebagai WBTB Nasional pada 2013, Pemkot Samarinda kini kembali mengajukan tiga kuliner tradisional khas daerah yakni Amparan Tatak, Amplang, dan Bubur Peca untuk ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional tahun 2025.
Sidang penetapan dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada 5–11 Oktober 2025.
Menurut Barlin, proses pengusulan tersebut telah melalui tahapan panjang, mulai dari pendampingan, revisi, hingga penyusunan dokumen pelestarian yang komprehensif sesuai arahan tim penilai dari Kementerian Kebudayaan.
“Kami ingin menunjukkan keseriusan pemerintah kota dalam melindungi kekayaan gastronomi lokal. Pengusulan ini bukan sekadar formalitas, tetapi wujud komitmen agar kuliner khas Samarinda tetap hidup dan diakui secara nasional,” ujarnya.
Dalam uji kelayakan di hadapan Tim Ahli WBTB Nasional, delegasi Samarinda menyampaikan tiga aspek utama yaitu kondisi terkini karya budaya, urgensi penetapan, serta rencana aksi pelestarian.
Barlin menjelaskan, pada aspek pertama, tim memaparkan bukti nyata bahwa ketiga kuliner tersebut masih hidup di tengah masyarakat.
Salah satu contohnya adalah Bubur Peca yang secara turun-temurun menjadi bagian dari tradisi keagamaan di Masjid Shirathal Mustaqiem Samarinda Seberang.
Dokumentasi berupa video dan catatan sejarah turut disertakan untuk memperkuat bukti autentisitas.
Sementara itu, dari sisi urgensi, pengakuan nasional dinilai sangat penting sebagai langkah perlindungan dan pencegahan dari kepunahan tradisi.
“Penetapan ini akan menegaskan identitas Samarinda sebagai Kota Tepian yang kaya akan warisan budaya bahari dan sungai,” terang Barlin.
Adapun untuk memastikan keberlanjutan, Pemkot Samarinda telah menyiapkan Rencana Aksi Pelestarian berbasis Empat Pilar yakni:
1. Perlindungan – melalui dokumentasi, lokakarya, dan penyusunan regulasi daerah.
2. Pengembangan – lewat riset, pendidikan, dan pelatihan bagi generasi muda serta pelaku usaha lokal.
3. Pemanfaatan – dengan mengintegrasikan kuliner WBTB ke sektor pariwisata dan ekonomi kreatif, misalnya dihidangkan di hotel-hotel berbintang.
4. Pembinaan – mengaktifkan kembali lembaga dan komunitas budaya agar ikut menjaga tradisi.
Barlin berharap, jika ketiga kuliner ini resmi ditetapkan sebagai WBTB Nasional, Samarinda akan memperoleh sejumlah manfaat strategis.
Di antaranya, penguatan identitas budaya lokal, peningkatan daya tarik wisata kuliner, pengembangan ekonomi kreatif berbasis UMKM, hingga kemudahan akses terhadap dukungan dari pemerintah pusat.
“Selain pengakuan, status WBTB juga membuka peluang ekonomi baru. Produk-produk kuliner lokal bisa berkembang sebagai bagian dari industri kreatif. Ini akan memberi nilai tambah bagi masyarakat,” terangnya.
Ia menambahkan, penetapan ini juga memiliki nilai edukatif yang besar. Sekolah-sekolah dan komunitas budaya di Samarinda akan didorong untuk mengajarkan sejarah, nilai, dan proses pembuatan kuliner tradisional agar tetap lestari di masa depan.
“Pelestarian budaya bukan hanya menjaga masa lalu, tapi juga menyiapkan masa depan. Generasi muda perlu mengenal akar budayanya agar mampu bersaing tanpa kehilangan jati diri,” tegas Barlin.
Upaya Pemkot Samarinda pada 2025 ini menjadi cerminan sinergi antara pembangunan fisik dan penguatan pondasi kultural.
Dengan menjadikan pelestarian WBTB sebagai bagian dari misi pembangunan SDM, pemerintah kota ingin memastikan bahwa kemajuan daerah tidak hanya diukur dari infrastruktur, tetapi juga dari kualitas karakter masyarakatnya.
“Kita ingin pembangunan di Samarinda berjalan seimbang antara modernitas dan nilai budaya. Karena kota yang maju adalah kota yang tidak melupakan akar budayanya,” tutup Barlin.