Samarinda, infosatu.co – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) terus memperkuat posisinya sebagai pionir layanan kedokteran nuklir di Indonesia timur.
Sejak beroperasi pada 2018, AWS menjadi rumah sakit pemerintah kedua di Indonesia setelah RS Kanker Dharmais Jakarta yang mampu menyediakan layanan diagnostik dan terapi kanker berbasis teknologi nuklir.
Direktur RSUD AWS Samarinda, dr. Indah Puspitasari, Sp.A (K) menjelaskan, layanan kedokteran nuklir di AWS tidak hanya berfokus pada diagnosis, tetapi juga pengobatan berbagai jenis kanker.
Salah satu teknologi andalan adalah Positron Emission Tomography (PET ) Scan yang mampu mendeteksi penyebaran kanker (metastasis) secara presisi.
“Misalnya pasien kanker payudara, dengan PET Scan bisa terlihat jelas kalau sel kanker sudah menyebar ke organ lain seperti otak,” katanya.
“Jadi tidak hanya tahu ada kanker, tapi juga tahu sejauh mana penyebarannya,” terangnya, Jumat, 5 September 2025.
Sejak resmi beroperasi, layanan kedokteran nuklir AWS telah melakukan lebih dari 8.000 tindakan, termasuk 600 pasien kanker tiroid yang berhasil menjalani terapi ablasi nuklir dengan hasil memuaskan.
“Dengan dosis kecil dan penanganan tepat, teknologi nuklir ini terbukti sangat efektif. Hasilnya luar biasa, pasien bisa pulih dengan baik,” jelas dr. Indah.
Saat ini, pasien AWS tidak hanya datang dari Kaltim, tetapi juga dari Sulawesi, Papua, hingga Sumatra, menjadikan Samarinda pusat rujukan layanan kesehatan modern di wilayah timur Indonesia.
Untuk mendukung layanan ini, AWS memiliki dua dokter spesialis kedokteran nuklir (dr. Kido dan dr. Rian), tenaga fisikawan medis, serta apoteker bersertifikat yang mengelola pembuatan obat nuklir atau radiofarmaka.
“Obat nuklir tidak diproduksi sembarangan. Kami punya apoteker yang sudah dilatih khusus dan tersertifikasi untuk membuat radiofarmaka sesuai standar keselamatan,” jelasnya.
Selain itu, AWS juga rutin menggelar pelatihan bagi tenaga medis dari seluruh Indonesia.
Salah satunya pelatihan keselamatan radiasi dan produksi radiofarmaka yang diadakan 1–3 September 2025 dengan narasumber internasional dan nasional.
Meski fasilitas sudah tergolong lengkap, dr. Indah mengakui antrian pasien masih cukup panjang, yakni 2–3 bulan.
Untuk itu, pihaknya berharap adanya penambahan tenaga dokter kedokteran nuklir agar pasien bisa ditangani lebih cepat.
“Kalau bisa antrian dipersingkat, maka pasien bisa segera diketahui stadiumnya dan langsung mendapatkan terapi. Dengan begitu, harapan hidup mereka juga meningkat,” katanya.
Layanan kedokteran nuklir di RSUD AWS sudah bisa diakses pasien BPJS Kesehatan, sehingga masyarakat tidak perlu lagi jauh-jauh berobat ke Jakarta atau ke luar negeri seperti Penang.
“Prinsipnya, semua bisa ditangani di Samarinda. Hanya memang harus bersabar dengan antrian. Harapan kami, dengan tambahan tenaga dan alat, ke depan layanan ini akan lebih cepat dan optimal,” pungkasnya.