infosatu.co
DPRD Samarinda

Penataan Kota Berbasis Risiko Bencana untuk Atasi Banjir Samarinda

Teks: Ketua Komisi lll DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar.

Samarinda, infosatu.co – Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) Deni Hakim Anwar menegaskan penanganan banjir di Samarinda tidak bisa lagi dilakukan secara parsial dan jangka pendek.

Ia menekankan pentingnya pendekatan berbasis mitigasi bencana mulai dari hulu hingga hilir, guna menekan risiko banjir yang terus terjadi setiap tahun.

“Selama ini kita hanya sibuk mengeruk drainase atau memperbaiki saluran, tapi lupa menyentuh akar persoalan. Banyak titik banjir justru terjadi karena pelanggaran tata ruang dan pembangunan di zona rawan bencana,” ungkapnya Senin, 30 Juni 2025.

Ia mengatakan salah satu penyebab banjir adalah maraknya bangunan liar di atas sempadan sungai. Padahal, aturan tata ruang mengharuskan adanya jarak bebas antara bangunan dengan badan sungai, minimal 30 hingga 50 meter.

Namun dalam praktiknya banyak rumah dibangun tepat di atas aliran air, yang menyebabkan penyumbatan dan luapan saat hujan deras turun.

“Bangunan di atas sempadan sungai itu bukan hanya melanggar aturan tapi juga membahayakan penghuninya. Ini sudah banyak kami temukan di lapangan. Dan ini jadi salah satu sumber utama banjir yang tidak pernah tuntas,” jelasnya.

Deni menyebut DPRD saat ini tengah mengusulkan rencana pembentukan Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus melarang pembangunan di atas sempadan sungai dan wilayah rawan bencana.

Menurutnya, peraturan tersebut sangat dibutuhkan agar ada dasar hukum yang kuat untuk penataan kembali kawasan-kawasan kritis.

“Sudah saatnya kita punya aturan yang tegas soal ini. Jangan sampai kawasan rawan tetap dijadikan permukiman hanya karena desakan kebutuhan atau lemahnya pengawasan,” katanya.

Lebih lanjut, Deni mendorong seluruh proyek pembangunan ke depan baik oleh pemerintah maupun swasta harus berbasis Analisis Risiko Bencana (ARB) dan mengacu pada prinsip Pengurangan Risiko Bencana (PRB).

Hal ini penting agar pembangunan tidak justru menambah potensi bencana di masa mendatang.

“Kalau kita tetap bangun di kawasan rawan longsor atau banjir tanpa pertimbangan ARB sama saja menyiapkan bencana. Kita harus ubah cara berpikir kita dari reaktif menjadi preventif,” tegasnya.

Ia juga menyinggung keterbatasan anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) yang dimiliki pemerintah kota untuk menanggulangi dampak bencana.

Oleh karena itu, langkah paling efisien adalah pencegahan melalui tata kelola wilayah yang berbasis risiko.

“Dana sebesar apapun tidak akan cukup kalau kita terus-terusan memadamkan bencana. Yang paling bijak adalah mencegah agar tidak terjadi korban dan kerugian,” pungkasnya.

Related posts

Kekerasan Perempuan-Anak, Novan: Perlu Sinergi Penguatan Ketahanan Keluarga

Emmy Haryanti

Novan Tekankan Pemerataan Pembangunan dan Peningkatan Pendidikan

Emmy Haryanti

Abdul Rohim: Kemerdekaan Harus Dimaknai dengan Persatuan dan Kerja Nyata

Emmy Haryanti

Leave a Comment

You cannot copy content of this page