
Samarinda, infosatu.co – Komisi I DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) mendorong penyelesaian hukum atas sengketa lahan antara ahli waris almarhum Djagung Hanafiyah dan Keuskupan Agung Samarinda.
Dorongan tersebut timbul setelah upaya mediasi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) tidak membuahkan hasil.
Konflik ini menyangkut klaim kepemilikan atas lahan seluas sekitar 3.700 meter persegi di Jalan Damanhuri II, Kelurahan Mugirejo, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda.
RDP yang berlangsung pada Selasa, 17 Juni 2025, dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandy.
Dalam rapat tersebut, kedua belah pihak, yakni kuasa hukum ahli waris Hairil Usman dan perwakilan Keuskupan, memaparkan bukti serta argumen hukum masing-masing.
Kuasa hukum ahli waris mengungkapkan bahwa lahan tersebut awalnya dibeli oleh Doni Saridin, suami Margareta, dari almarhum Djagung Hanafiyah dengan ukuran 20×30 meter.
Namun, lahan itu kemudian dihibahkan oleh Margareta kepada Keuskupan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu lebih dari 3.700 meter persegi.
“Kami membawa kasus ini ke RDP agar masalah bisa diselesaikan secara damai. Tapi karena pihak Keuskupan memilih untuk melanjutkan ke pengadilan, kami juga siap,” katanya.
“Kami sudah mengupayakan musyawarah sejak 2017, bahkan pernah bertemu di kecamatan dan turun ke lapangan,” jelas kuasa hukum Hairil Usman.
Pihaknya juga mencurigai adanya dugaan pemalsuan dokumen dan ketidaksesuaian antara luas lahan dalam dokumen hibah dengan kondisi faktual.
Jika jalur damai terus buntu, mereka akan menempuh upaya pidana dan perdata.
Sementara itu, perwakilan Keuskupan, Joni Sinatra Ginting, menegaskan bahwa klaim dari ahli waris salah sasaran.
Ia menyatakan bahwa Keuskupan hanya sebagai penerima hibah dari Margareta dan telah memiliki dokumen sah, termasuk sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Ia juga menilai perbedaan data yang diklaim oleh kedua pihak disebabkan oleh adanya proyek pembangunan jalan yang memotong sebagian lahan.
“Batas yang mereka sampaikan tidak sama dengan yang kami miliki. Mereka seharusnya menggugat pemberi hibah, bukan Keuskupan,” katanya.
“Jadi ini salah sasaran dan bisa disebut salah lokus. Kami tidak ingin membuka semua data karena bukan pada tempatnya,” ujar Joni.
Menanggapi jalannya diskusi yang belum menemukan titik temu, Agus Suwandy menyatakan bahwa Komisi I DPRD Kaltim tetap membuka ruang bagi kedua pihak untuk berdamai, namun tidak akan menghalangi jika jalur hukum menjadi pilihan.
“Kami sudah memfasilitasi pertemuan antara kedua pihak dan mendengarkan bukti serta penjelasan masing-masing. Jika musyawarah tidak memungkinkan, maka kami mendorong agar penyelesaian dilakukan melalui proses hukum yang tertib,” tegas Agus Suwandy.