
Samarinda, infosatu.co – Pembahasan Program Gratispol (Gratis Pendidikan Tinggi bagi Putra-Putri Kalimantan Timur) terus dilanjutkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.
Salah satu perhatian utama dalam rapat terakhir adalah ketidaksesuaian antara kalender akademik kampus dan kalender anggaran pemerintah daerah, yang dinilai dapat menimbulkan masalah teknis dalam pelaksanaan program.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar di Gedung E DPRD Kaltim beberapa waktu lalu, Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi menyampaikan kekhawatiran terkait persoalan tersebut.
“Perguruan tinggi memiliki jadwal akademik masing-masing, sementara sistem anggaran pemerintah memiliki mekanisme tersendiri,” katanya.
“Jika hal ini tidak sinkron, akan ada kendala teknis yang berujung pada keterlambatan pembayaran UKT (Uang Kuliah Tunggal), dan hal itu tentu bisa mengganggu proses perkuliahan mahasiswa,” ungkapnya.
Ia menekankan pentingnya komunikasi dan koordinasi yang lebih erat antara pemangku kepentingan pendidikan tinggi dengan Pemprov Kaltim.
Hal ini bertujuan agar program bantuan pendidikan dapat berjalan tepat waktu dan tepat sasaran.
Selain membahas teknis pembayaran, Darlis juga menyoroti perubahan kebijakan batas usia bagi tenaga pendidik yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang S3.
Batas usia kini ditetapkan maksimal 45 tahun.
Menurutnya, kebijakan tersebut cukup progresif lantaran memberikan ruang lebih luas bagi para guru dan dosen untuk mengembangkan kapasitas akademik mereka.
“Pendidikan lanjut untuk tenaga pendidik adalah investasi jangka panjang bagi kualitas SDM Kaltim,” katanya.
“Semakin banyak guru dan dosen yang bergelar doktor, semakin kuat pula pondasi pendidikan kita ke depan,” tambahnya.
DPRD Kaltim terus mendorong agar Program Gratispol tidak hanya menjadi kebijakan sesaat.
Tetapi diperkuat dengan regulasi yang berkelanjutan agar manfaatnya dapat dirasakan generasi muda secara luas dan merata di seluruh daerah di wilayah Benua Etam.