Samarinda, infosatu.co – Sekretaris Daerah Kalimantan Timur (Kaltim), Sri Wahyuni, memaparkan komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, dalam menyiapkan regulasi sebagai dasar pelaksanaan program Gratispol.
Hal itu disampaikan Sri Wahyuni, saat menghadiri Rapat Paripurna ke-17 DPRD Kaltim, Rabu, 11 Juni 2025, di Gedung Utama DPRD Provinsi Kaltim, Samarinda.
Dalam forum resmi itu, Sri menjelaskan bahwa pemerintah provinsi telah menerbitkan dua peraturan gubernur (pergub) yang menjadi pijakan awal bagi pelaksanaan program tersebut.
Kedua regulasi tersebut masing-masing mengatur tentang Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan Administrasi Kepemilikan Rumah.
Sementara dua regulasi lainnya, yakni untuk sektor kesehatan dan pendidikan, masih dalam proses konsultasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Dua Pergub yang sudah keluar yaitu BOSP dan Administrasi Kepemilikan Rumah,” katanya.
“Dua Pergub lagi yaitu kesehatan dan pendidikan menunggu dari Kemendagri,” sambung Sri Wahyuni.
Selain itu, ia menambahkan, untuk program lain dalam skema Gratispol seperti pembagian seragam gratis dan program umrah bagi marbot, tidak diperlukan regulasi dalam bentuk pergub.
Hal ini karena keduanya menjadi kewenangan langsung pemerintah daerah. Dalam hal ini, cukup disiapkan petunjuk teknis (juknis) sebagai dasar operasional di lapangan.
“Gratis seragam itu hanya perlu juknis, marbot juga butuh juknis. Kita sudah siapkan tapi Mendagri sarankan hanya butuh juknis karena SMA/SMK menjadi kewenangan provinsi,” sebutnya.
Dalam sesi pemaparan tersebut, Sekda Sri turut menjelaskan capaian lain yang telah dirintis Pemprov Kaltim untuk memperluas akses pendidikan tinggi melalui kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di wilayah tersebut.
Pemerintah provinsi, katanya, telah menjalin nota kesepahaman (MoU) dengan 52 perguruan tinggi guna merealisasikan program pendidikan gratis hingga jenjang S3.
Sri Wahyuni juga menguraikan bagaimana sistem pembiayaan kuliah difasilitasi oleh pemerintah. Menurutnya, skema subsidi disesuaikan dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT) masing-masing mahasiswa, dan tidak diberlakukan secara seragam.
“Misalnya UKT Rp3 juta, tidak dikasih Rp5 juta. Sesuai dengan biaya UKT, namun tetap sesuai dengan batas maksimal,” kata Sri Wahyuni.
Ia menegaskan bahwa pembiayaan ini tetap mengacu pada batas atas yang ditentukan masing-masing fakultas.
Pendekatan ini dilakukan untuk memastikan keakuratan alokasi dana, mengingat kebutuhan operasional antar-fakultas kerap kali berbeda signifikan.
“Di tiap fakultas tidak dipukul rata semua. Batas atas masing-masing ditentukan oleh fakultas, kita sudah punya tim untuk memperhitungkan itu,” paparnya.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya sinergi antara Pemprov Kaltim dan seluruh perguruan tinggi dalam mendata dan memantau mahasiswa penerima manfaat.
Ia menyebutkan bahwa mekanisme pendaftaran calon penerima bantuan dilakukan langsung oleh kampus, sehingga institusi pendidikan tinggi pun turut bertanggung jawab dalam memastikan keberlangsungan studi para mahasiswa yang dibantu.
“Pendaftarannya sendiri kampus yang menetapkan. Jadi kampus juga punya tanggung jawab memonitor anak-anak yang sedang kuliah seperti apa perkembangannya,” pungkasnya.
Adapun Rapat Paripurna ke-17 tersebut mencakup lima agenda utama.
Pertama, penyampaian tanggapan dan/atau jawaban Gubernur Kalimantan Timur atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD terhadap nota penjelasan Raperda RPJMD Kaltim Tahun 2025–2029.
Kedua, pembentukan dan penetapan panitia khusus pembahas Raperda RPJMD.
Ketiga, penyampaian rekomendasi Panitia Khusus terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Tahun 2024.
Keempat, penyampaian sambutan gubernur. Dan kelima, pembentukan panitia khusus pembahas perubahan kamus usulan pokok-pokok pikiran DPRD pada RKPD Kaltim Tahun 2025. (Adv/Diskominfokaltim).
Editor : Nur Alim