
Samarinda, infosatu.co – Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Darlis Pattalongi menyoroti pendidikan dan pelajar.
Menurutnya, perlu pembenahan sistem pendidikan nasional dengan menyoroti degradasi moral pelajar yang makin mengkhawatirkan.
Menurutnya, pendidikan karakter harus kembali menjadi fokus utama, bukan hanya sekadar mengejar prestasi akademik.
“Kita harus sadari, tanpa karakter dan adab yang kuat, kecerdasan akademik tidak akan berarti. Ini harus menjadi titik balik kebijakan pendidikan kita,” ungkap Darlis.
Hal ini disampaikannya saat ditemui dalam acara Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kalimantan Timur pada Jumat, 23 Mei 2025.
Ia juga mengapresiasi inisiatif pemerintah pusat yang menggulirkan program sekolah unggulan berbasis karakter seperti “Garuda Transformasi”.
Program ini dinilai sebagai bentuk kesadaran terhadap lemahnya aspek pembinaan karakter dalam sistem pendidikan saat ini.
Selain itu, Darlis juga menyoroti pentingnya kegiatan ekstrakurikuler untuk pembentukan karakter pelajar, yang menurutnya harus disediakan secara gratis atau terjangkau agar tidak membebani orangtua.
Ia mendorong peran aktif pemerintah daerah dalam memastikan sekolah menyediakan aktivitas yang edukatif dan inklusif bagi semua siswa.
Di sisi lain, Darlis juga menyoroti dampak dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja), khususnya terkait ketenagakerjaan.
Menurutnya, regulasi ini terlalu longgar dalam mengatur Tenaga Kerja Asing (TKA), bahkan memperbolehkan penggunaan visa wisata untuk bekerja di Indonesia.
“Dulu TKA diwajibkan bisa berbahasa Indonesia dan tinggal dalam jangka waktu tertentu, sekarang syarat itu dihapus. Ini sangat merugikan pekerja lokal,” ungkapnya.
Ia juga menilai bahwa keberadaan TKA yang tidak tersaring secara ketat dapat menghambat pengembangan potensi tenaga kerja lokal, terutama di daerah-daerah yang tengah tumbuh sebagai pusat industri baru seperti Kaltim.
Karena itu, ia mendorong evaluasi menyeluruh terhadap regulasi ketenagakerjaan yang berlaku saat ini agar berpihak pada tenaga kerja dalam negeri.
Meski beberapa daerah seperti Kota Bontang telah memiliki perda yang mewajibkan perusahaan menyerap 75% tenaga kerja lokal, menurut Darlis, perlu ada regulasi serupa di tingkat provinsi agar menjadi payung hukum lebih kuat.
“Kita dorong perusahaan untuk membina masyarakat lokal agar memiliki kualifikasi yang dibutuhkan industri. Tanpa itu, alasan klasik ketidaksiapan tenaga lokal akan terus muncul,” jelasnya.
Ia menambahkan, keberpihakan terhadap tenaga kerja lokal bukan semata-mata soal angka, tetapi bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan yang menciptakan keseimbangan antara investasi dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Darlis juga mengungkapkan bahwa Kalimantan Timur belum sepenuhnya siap dalam mendukung program Sekolah Rakyat dari Kementerian Sosial, yang ditujukan untuk menjangkau kelompok masyarakat kurang mampu, anak putus sekolah, dan mereka yang berada di wilayah sulit akses pendidikan.
Ia menyebut bahwa baru Kota Samarinda yang telah siap dari segi administratif dan penyediaan lahan untuk mendukung program ini.
Padahal, menurutnya, Sekolah Rakyat bisa menjadi solusi untuk memperluas jangkauan layanan pendidikan, terutama di daerah yang belum memiliki fasilitas pendidikan formal yang memadai.
“Kita akui, Kaltim belum siap. Baru Samarinda yang siap secara administratif dan lahan. Harusnya ini menjadi peluang untuk meningkatkan akses pendidikan,” pungkasnya.
Lebih lanjut, ia juga menekankan pentingnya peran sekolah dalam pengawasan penggunaan media sosial oleh pelajar serta perlunya dukungan penuh terhadap program-program pembinaan karakter yang menyeluruh.