infosatu.co
PEMKOT SAMARINDA

Pemkot Samarinda Klaim Relokasi Pasar Subuh Sudah Disiapkan Sejak 2022

Teks: Asisten II Setda Kota Samarinda, Marnabas Patiroy

Samarinda, infosatu.co – Pemerintah Kota Samarinda memastikan bahwa relokasi pedagang Pasar Subuh ke Pasar Dayak bukan keputusan mendadak, melainkan bagian dari upaya penataan kota yang telah dirancang sejak 2014.

Teks: Pemasangan Tanda Permanen penutupan Pasar Subuh oleh Satpol PP

Asisten II Setda Kota Samarinda, Marnabas Patiroy yang ditemui pada Jumat, 9 Mei 2025 di Pasar Subuh Samarinda dalam proses penutupan permanen Pasar Subuh, menjelaskan bahwa pada 2014, pemilik lahan Pasar Subuh telah bersurat kepada Pemkot agar kawasan tersebut dibersihkan.

Namun karena belum tersedia lokasi pengganti yang sesuai, relokasi belum dapat dilakukan.

“Pada 2014, pemilik lahan sudah bersurat kepada kami untuk meminta agar kawasan itu dibersihkan. Namun, karena kami belum memiliki lokasi pengganti yang sesuai, kami harus menundanya dan mencari alternatif yang tepat,” ujar Marnabas.

Baru pada 2022, Pemkot mulai membangun Pasar Dayak sebagai lokasi baru bagi para pedagang. Di tahun berikutnya, Pemkot melakukan sosialisasi dan komunikasi intensif dengan para pedagang.

Sejumlah fasilitas tambahan pun disiapkan menyesuaikan keluhan pedagang, seperti kekurangan lapak, suhu yang panas, kebutuhan listrik, air bersih, IPAL, dan kanopi.

“Semua kami penuhi, termasuk listrik 24 jam dan fasilitas air,” jelas Marnabas.

Sebagai bentuk dukungan, Pemkot memberikan bantuan transportasi sebesar Rp500.000 kepada setiap pedagang untuk membantu biaya pindah, serta menggelar bazar dua kali untuk mendukung penjualan mereka.

“Dari 20 pedagang daging, 19 sudah cabut undian dan menerima santunan. Pedagang lain seperti sayur dan lainnya juga mulai berpindah secara mandiri,” terangnya.

Namun, proses relokasi ini tidak sepenuhnya berjalan mulus. Sejumlah pedagang mempertanyakan sikap pemilik lahan yang tiba-tiba menunda pembayaran sewa dengan alasan berada di luar kota.

Padahal, dalam dokumen sebelumnya terdapat tanda tangan pemilik lahan yang menyetujui transaksi sewa menyewa yang biasa berlangsung per tiga bulan.

“Kalau tidak kenal, kenapa ada tanda tangan saya dan pemilik lahan di surat itu?” tanya seorang pedagang yang merasa heran.

Ketidakkonsistenan ini memicu kecurigaan akan adanya tekanan atau intimidasi.

Bahkan menurut keterangan salah satu pedagang, Ketua RT setempat menyebut bahwa pemilik lahan bersikap bermuka dua karena kerap menolak inisiatif warga untuk berdialog atau berkonsolidasi.

Padahal secara formal ia berada dalam struktur yang seharusnya membina warga di wilayah tersebut.

Related posts

Banyak Pelajar Alami Masalah Cek Kesehatan Gratis Terganjal Input Data

Emmy Haryanti

Perahu Tambangan Jejak Sejarah Sungai Mahakam Kini Jadi Warisan Budaya

Emmy Haryanti

Samarinda Kaya Warisan, Rumah Adat hingga Kuliner Tradisi

Emmy Haryanti

Leave a Comment

You cannot copy content of this page